Banyaknya Industri manufaktur di Indonesia tidak lepas dari peran industri packaging/pengemasan, seiring dengan perkembangan zaman dan semakin majunya teknologi seperti di era industri saat ini, produsen pengemasan pun diharapkan mampu untuk menciptakan inovasi terbarukan sehingga selain memenuhi kebutuhan konsumen juga dapat mengikuti tren masa kini.
Faktor utama yang mendukung tipe pertumbuhan laju industri packaging di Indonesia, yakni dari sektor Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dan ritel yang telah banyak memberikan banyak kontribusi pada pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) di Indonesia selama ini.
Hal ini juga didorong dengan bertambahnya populasi, tingkat urbanisasi yang tinggi, daya beli masyarakat yang meningkat serta adanya perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah yang jumlahnya terus bertumbuh. Selain itu industri packaging terus berinovasi, salah satunya yakni berusaha menghasilkan produk yang ramah lingkungan dengan memperhatikan proses produksi maupun penanganannya setelah produk digunakan/dibuang.
Dengan mendominasi lebih dari 50% dari pasar pengemasan secara keseluruhan, produk kemasan Rigid dan Mexible memiliki jumlah pangsa pasar tertinggi di Indonesia karena sifatnya yang serbaguna dan biaya produksi yang lebih murah jika dibandingkan dengan bahan-bahan lain, seperti kertas, kaca dan baja.
Banyak produsen yang berinovasi dalam karya dari segi desain, tekstur, feel dan ukuran serta ketebalalan produk pengemasan, agar produknya sesuai dengan tuntutan dan keinginan konsumen. Sebagai contoh, kemasan standing pouch telah menggantikan botol untuk mengemas berbagai produk cair seperti minyak goreng dan kecap. Hal ini dilakukan karena jenis kemasan ini tidak memerlukan banyak ruang untuk disimpan serta membantu proses distribusi yang lebih efisien.
Pengaruh Naiknya Harga Plastik Terhadap Industri Packaging di Indonesia
Namun, di tahun 2021 ini produksi bahan baku plastik naik hingga 6-14% menjadi US$ 1.600 per ton. Hal ini dipicu oleh lonjakan harga minyak mentah dan akibat serangan rudal ke fasilitas minyak di Arab Saudi. Kenaikan harga bahan baku plastik biasanya terjadi pada bulan April namun bisa juga sampai beberapa bulan ke depan.
Pada bulan April, kebanyakan industri petrokimia melakukan perawatan rutin. Bahkan, ada yang berhenti produksi selama 2-6 minggu. Ini membuat pasokan bahan baku plastik seperti produk polimer, polietilena (PE) dan polipropilena (PP) menjadi langka, sehingga harga pun terdampak naik.
Namun, pada tahun 2021 ini, harga minyak dunia cenderung terus naik, sehingga akan mempercepat kenaikan harga bahan baku plastik yang biasanya terjadi pada bulan April, kenaikan harga plastik juga dipicu beberapa faktor, seperti yang telah kami rangkum di bawah ini:
1. Kelangkaan Kontainer Akibat Pandemi Covid 19
Akibatnya, impor bahan baku plastik menjadi terkendala. Padahal, sebanyak 55% bahan baku plastik di Indonesia dipasok melalui impor. Karena pandemi covid ini, regulasi kontainer untuk masuk ke suatu negara sedikit lebih sulit dari tahun-tahun sebelumnya.
2. Naiknya Harga Minyak Dunia, serta Kondisi Supply dan Demand Global Menjadi Pemicu Utama
Permintaan bahan baku plastik terutama dipengaruhi oleh kebutuhan dari Cina. Negara ini memiliki kapasitas produksi plastik terbesar, sehingga kebutuhan bahan bakunya yakni minyak bumi juga paling besar. “Yang lebih signifikan dalam mempengaruhi harga adalah kenaikan biaya energi yaitu listrik,” kebutuhan listrik untuk mengolah bahan baku plastik menjadi produk plastik sekitar 80 % dari biaya produksi, sementara untuk mengolah plastik menjadi kemasan hanya 40-60 %.
3. Bahan Baku yang Cukup Mahal
Terjadinya kebakaran kilang minyak Formosa Petrochemical Corp di Mailiao, Taiwan pada pekan lalu berpotensi mendorong harga propilena ke arah yang lebih tinggi. Kebakaran itu terjadi di kilang 540.000 barel/hari. Menurut sebuah laporan, sebelumnya Formosa telah merencanakan pemeliharaan terjadwal pada cracker Mailiao 1,2 juta ton/tahun pada bulan Agustus 2020.
4. Adanya Sentimen Permintaan yang Baik untuk PP jenis Homo non-Woven
Bahan jenis ini dipakai untuk membuat produk medis seperti masker dan pakaian pelindung yang telah mengalami peningkatan permintaan di tengah upaya untuk mengurangi penyebaran pandemi COVID-19. Kini semakin banyak negara yang keluar dari karantina wilayah dan adanya kekhawatiran akan adanya gelombang kedua infeksi COVID-19 telah mendorong permintaan lebih banyak untuk masker.
Baca Juga: Solusi Pengemasan Bagi Industri Makanan (Pangan) & Minuman
Beberapa faktor di atas yang mempengaruhi kenaikan harga minyak mentah dunia serta telah memukul industri petrokimia dalam negeri. Salah satu sektor yang paling merasakan dampaknya ialah industri plastik dan beberapa industri packaging di Indonesia.
Akibat kenaikan harga minyak ini, produsen plastik harus menghadapi kenaikan harga bahan baku di kisaran 5–20%. Hal ini juga menyebabkan kenaikan harga semua bahan yang berasal dari petrokimia termasuk bahan plastik mengalami kenaikan, salah satunya yakni kenaikan harga produk lakban, stretch film, protection tape dan plastik wrapping yang merupakan produk unggulan PT Tunas Mitra Makmur, walaupun harga kami naik namun kualitas barang yang kami jual tetap terbaik dan kami tidak pernah menjual produk sesuai dengan standar produk dengan spesifikasi dibawah standar atau yang tidak sesuai (SNI).
sumber: berbagai sumber